Andi Tatang : Bongkar Jerat Hukum Buku Nikah Palsu

Rudi Irwanto

SatuNet.co,Depok – Pengacara Andi Tatang Supriyadi menegaskan bahwa pemalsuan buku nikah merupakan tindak pidana serius yang dapat berujung hukuman penjara hingga delapan tahun.
Penegasan tersebut disampaikannya sebagai respons atas masih adanya masyarakat yang menganggap pemalsuan buku nikah hanya sebagai pelanggaran administratif.

“Buku nikah itu adalah akta otentik. Jika dipalsukan atau digunakan seolah-olah asli, maka perbuatan tersebut masuk kategori kejahatan dan dapat dipidana,” ujar Andi Tatang.

Tatang menjelaskan, apa yang dimaksud pemalsuan buku nikah tidak hanya terbatas pada pembuatan dokumen palsu, tetapi juga mencakup tindakan mengubah isi buku nikah atau dengan sengaja menggunakan dokumen yang diketahui tidak sah.

Siapa pun yang terlibat, baik sebagai pembuat maupun pengguna, dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Kapan dan di mana perbuatan tersebut dilakukan tidak menghapus unsur pidana sepanjang dokumen itu digunakan untuk kepentingan hukum.

Mengapa perbuatan ini dipidana, karena berpotensi menimbulkan kerugian dan merusak kepastian hukum. Bagaimana ancaman hukumannya, diatur secara tegas dalam KUHP.

Andi merujuk Pasal 263 ayat (1) KUHP yang mengatur bahwa setiap orang yang membuat atau memalsukan surat dengan maksud digunakan seolah-olah asli dan dapat menimbulkan kerugian, diancam pidana penjara paling lama enam tahun.

Ketentuan tersebut juga berlaku bagi pihak yang dengan sengaja menggunakan surat palsu sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP.

“Jadi bukan hanya pembuatnya yang bisa dipidana, orang yang menggunakan buku nikah palsu pun tetap dapat dijerat hukum apabila perbuatannya menimbulkan kerugian,” tegasnya.

Andi menekankan bahwa ancaman pidana menjadi lebih berat apabila objek pemalsuan merupakan akta otentik. Pasal 264 KUHP menyebutkan bahwa pemalsuan terhadap akta otentik diancam pidana penjara paling lama delapan tahun.

“Buku nikah termasuk akta otentik karena dibuat oleh atau di hadapan pejabat pencatat perkawinan yang berwenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Karena itu, ancaman hukumannya bisa sampai delapan tahun penjara,” kata Andi.

Menurut Andi , pemalsuan buku nikah kerap digunakan untuk memperoleh keuntungan hukum tertentu, seperti pengakuan status perkawinan, pengurusan hak waris, pencatatan kelahiran anak, hingga kepentingan administrasi kependudukan lainnya.

“Kalau buku nikah palsu itu digunakan untuk mengurus hak-hak hukum tertentu dan menimbulkan atau berpotensi menimbulkan kerugian, maka unsur pidananya sudah terpenuhi,” ujarnya.

Andi menegaskan bahwa pemalsuan buku nikah tidak dapat dipandang sebagai kesalahan ringan.

“Ini bukan kesalahan administratif. Ini adalah kejahatan yang sanksinya berat dan dapat merusak masa depan pelakunya,” katanya.

Andi mengimbau masyarakat agar tidak tergoda membuat, memesan, atau menggunakan buku nikah palsu dalam bentuk apa pun.

“Risikonya sangat besar. Satu dokumen palsu bisa berujung pada hukuman penjara bertahun-tahun,” tutup Andi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *